Zat besi (iron) merupakan salah
satu komponen unsur logam yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Manusia
memerlukan zat besi dalam jumlah yang relatif kecil atau termasuk dalam
kategori mikronutrien. Maka apa yang akan terjadi bila tubuh kita terlalu
banyak menyimpan zat besi?. Berbahayakah?. Tulisan ini akan berusaha mengulas
tentang kelebihan-kelebihan zat besi yang dapat terjadi pada tubuh manusia
serta dampak yang ditimbulkannya.
Hingga saat ini telah diketahui berbagai penyakit yang berhubungan dengan kelebihan zat besi dalam tubuh. Penyakit-penyakit kelebihan zat besi umumnya bersifat membahayakan, berkembang secara progresif dan tak jarang pula bersifat irreversibel (tidak dapat kembali ke fungsi semula) dan berakhir dengan adanya cedera organ. Namun demikian keracunan besi (Fe) umumnya dapat dikurangi atau dicegah. Penyakit yang berhubungan dengan kelebihan zat besi yang paling umum adalah HFE yang terkait dengan hemokromatosis herediter atau β-thalasemia, dan berbagai bentuk penyakit lainnya yang kurang umum ditemukan.
Hingga saat ini telah diketahui berbagai penyakit yang berhubungan dengan kelebihan zat besi dalam tubuh. Penyakit-penyakit kelebihan zat besi umumnya bersifat membahayakan, berkembang secara progresif dan tak jarang pula bersifat irreversibel (tidak dapat kembali ke fungsi semula) dan berakhir dengan adanya cedera organ. Namun demikian keracunan besi (Fe) umumnya dapat dikurangi atau dicegah. Penyakit yang berhubungan dengan kelebihan zat besi yang paling umum adalah HFE yang terkait dengan hemokromatosis herediter atau β-thalasemia, dan berbagai bentuk penyakit lainnya yang kurang umum ditemukan.
METABOLISME
BESI
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar besi dalam tubuh adalah:
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar besi dalam tubuh adalah:
·
Enterosit duodenal
(berperan mempengaruhi penyerapan besi dari saluran gastrointestinal)
·
Prekursor eritroid
(mempengaruhi penggunaan besi oleh tubuh)
·
Makrofag
retikuloendothelial (mempengaruhi penyimpanan dan daur ulang besi)
·
Hepatosit
(mempengaruhi penyimpanan dan regulasi endokrin)
masing-masing komponen
tersebut memainkan peranan penting dalam homeostasis (keseimbangan) besi dalam
tubuh dan berperan dalam pengaturan siklus besi.
Enterosit
Untuk menjaga homeostasis zat besi
pada dasarnya tubuh hanya memerlukan sekitar 1-3 mg asupan zat besi perharinya.
Asupan zat besi tersebut berguna untuk mengimbangi/menggantikan kehilangan zat
besi akibat kehilangan yang ditimbulkan oleh sel deskuamasi. Karena tidak ada
fungsi fisiologis yang mengatur ekskresi besi, maka pengaturan besi lebih
difokuskan pada penyerapannya oleh enterosit duodenal. Setelah zat besi pada
membran apikal berkurang, zat besi dibawa kedalam transporter membran divalen 1
(DMT1). Heme besi diangkut melalui mekanisme yang tak sempurna. Sebagian besar
zat besi diambil dari sumber penyimpanannya dalam bentuk ferritin dan hilang
melalui peluruhan enterosit tua. Pengiriman besi dari enterosit ke dalam plasma
terjadi melalui transporter basolateral ferroportin.
Pengaturan pada setiap langkah
(reduksi, penyerapan, penyimpanan, dan transfer) dimediasi oleh sinyal yang
mencerminkan tekanan oksigen di enterosit, kadar zat besi intraseluler, dan
kebutuhan sistemik akan zat besi. Tekanan enterosit mengatur absorpsi zat besi
melalui efeknya pada faktor hypoxia-inducible factor 2α (HIF-2α)
dan perubahan pada transkripsi DMT1 dan ferroportin. Regulasi sistemik dari
penyerapan zat besi diatur oleh hormon hepsidin. Hepsidin mengikat eksportir
besi ferroportin dan menginduksi degradasi besi, sehingga mengurangi transfer
besi dari enterosit ke dalam sirkulasi darah.
Sirkulasi Besi
Besi yang dilepaskan dari enterosit
kemudian berikatan dengan situs bebas pada protein transport besi di plasma
(transferrin). Karena kapasitas pengikatan transferrin umumnya melebihi
konsentrasi besi dalam plasma, transferin mengikat besi hanya dari sumber
fisiologis. Sel-sel mengatur asupan ikatan transferrin-besi dengan mengubah
ekspresi permukaan reseptor transferrin 1 (TfR1). Jika transferrin telah sangat
jenuh (normalnya, kejenuhan/saturasi transferrin adalah 30%), kelebihan zat
besi kemudian dilepaskan ke dalam sirkulasi darah dalam bentuk molekul dengan
berat molekul rendah (misal sitrat). Non–transferrinbound
iron (NTBI) atau molekul besi yang tak berikatan dengan
transferrin tersebut mudah diserap oleh sel-sel tipe tertentu termasuk
hepatosit (sel-sel hati) dan kardiomiosit (sel-sel jantung). Penyerapan NTBI
yang berlebihan berkontribusi pada terjadinya cedera seluler yang termediasi
oleh oksidan. Sebuah fraksi dari NTBI adalah sebuah molekul redoks-aktif dan
besi dalam plasma yang labil. Meskipun ada metode untuk mengukur kadar NTBI dan
besi plasma labil, namun tak adanya standarisasi dan korelasi klinisnya
membatasi penggunaan metode tersebut.
Prekursor Eritroid
Prekursor eritroid adalah situs
utama pemanfaatan/penggunaan besi. Sel-sel mengekspresikan level TfR1 dan
memediasi masuknya transferrin-besi ke siklus endosom. Pada proses pengasaman
endosom, besi dilepaskan dan kemudian dieksport oleh DMT1.
Makrofag Retikuloendothelial
Sel-sel retikuloendothelial
berfungsi pada penyimpanan besi melalui pengaturan hepsidin. Pada kondisi
keseimbangan, sel-sel ini melepaskan sekitar 25 mg zat besi perhari. Karena
tempat peredaran transferrin-besi hanya mensirkulasikan kurang dari 3 mg besi,
maka sel retikuloendothelial merupakan kompartemen yang paling dinamis bagi
besi-besi tersebut. Sel-sel ini mengalami pembalikan sekitar 10 kali
perhari.
Setelah dibebaskan dari heme besi
dapat disimpan sebagai ferritin atau dieksport ke dalam sistem sirkulasi.
Ferritin adalah protein kompleks untuk penyimpanan besi yang terdiri dari 24
monomer ferritin yang terdiri dari rantai dengan molekul berat dan
ringan.
Hepatosit
Hepatosit menyerupai
retikuloendothelial yang merupakan tempat penyimpanan besi dalam bentuk
ferritin. NTBI kemungkinan menjadi kontributor utama penyimpanan besi dalam
hepatosit dimana tranferrin mengalami kejenuhan tinggi. Lebih penting dalam
pengaturan kadar besi ini adalah bahwa hepatosit merupakan pengatur dalam hal
produksi hepsidin. Hepsidin berperan sebagai hormon hipoforremia. Sebagai
konsekuensinya besi akan tertahan didalam eritrosit duodenum dan penyerapannya
akan terhambat; retensi besi didalam makrofag retikuloendothelial akan
menurunkan omset kerjanya. Produksi hepsidin hepatoseluler merupakan sinyal
yang merefleksikan inflamasi (peradangan), status besi, aktivitas eritopoeitik
dan tegangan oksigen.
1.
Inflamasi. Hepsidin adalah sebuah
protein fase akut tipe II yang memediasi hipoforemia terkait infeksi dan
peradangan. Protein ini awalnya diidentifikasi sebagai peptida antimikroba
dengan struktur mirip defensin. Namun aktivitas antimikroba dari hepsidin itu
memerlukan konsentrasi yang jauh lebih tinggi dari nilai yang dapat ditemukan
pada sirkulasi. Sifat hipoforemik hepsidin hadir dalam proses adaptasi terhadap
evolusi mikroorganisme, karena hepsidin menurunkan ketersediaan besi dalam
sirkulasi terhadap bakteri yang menyerang. Sinyal inflamasi meningkatkan
ekspresi hepsidin yang sebagian besar dimediasi oleh interleukin-6.
2.
Status besi. Status besi mengatur
ekspresi hepsidin melalui 2 mekanisme yaitu penyimpanan besi dihati dan level
besi dalam sirkulasi darah. Penyimpanan besi dihati mempengaruhi ekspresi
hepatik dari molekul signaling ekstraseluler.
3.
Aktivitas enteropoeitik. Ekspresi
hepsidin akan menurun secara nyata ketika terjadi peningkatan enteropoeisis
seperti proses pengeluaran darah (perdarahan), hemolisis dan pemberian
enteropoeitin. Sinyal dapat dimediasi oleh pelepasan molekul melalui prekursor
eritroid.
4.
Tekanan oksigen. Dalam kondisi
hipoksia, faktor transkripsi HIF mengatur ekspresi membran protease
matriptase-2 yang memotong hemojuvelin dari permukaan hepatoseluler
dan melemahkan sinyal hepsidin.
PENYAKIT-PENYAKIT KELEBIHAN BESI
Gangguan/penyakit yang berhubungan
dengan kelebihan besi diklasifikasikan berdasarkan patofisiologi yang mendasari
cacat/defek pada sumbu hepsidin-ferroportin, pematangan eritroid atau transport
besi.
Gangguan Sumbu hepsidin-ferroportin
Gangguan bentuk ini merupakan bentuk
primer kelebihan zat besi yang merupakan subtipe hemokromatosis herediter. Dari
6 bentuk gangguan dalam kelompok ini, 5 diantaranya merupakan fenotif
hemokromatosis herediter klasik (peningkatan saturasi transferrin, peningkatan
ferritin serum, hematokrit normal dan kelebihan zat besi pada jaringan).
Patofisiologi dari kelima gangguan tersebut adalah sama yaitu ketidakmampuan
memediasi pengaturan penurunan ferroportin.
Gangguan paling umum pada sumbu hepsidin-ferroportin adalah hemokromatosis herediter terkait dengan HFE. Sekitar 10% populasi kelompok ini mengalami mutasi pada C282Y HFE. Walaupun penetrasi homozigositas biokimia untuk mutasi ini cukup besar (36-76%), penetrasi penyakit jauh lebih rendah yaitu sekitar 2-38% pada laki-laki dan 1-10% pada wanita. Faktor polimorfisme atau lingkungan atau gabungan kedua faktor tersebut merupakan faktor resiko yang sangat mempengaruhi penyakit ini. Umumnya pasien dengan penyakit hemokromatosis herediter terkait HFE ini tidak dapat bertahan hidup hingga usia pertengahan atau tidak sampai masa menopause pada wanita.
Kelima bentuk hemokromatosis herediter dengan fenotif klasik disebabkan oleh mutasi dalam ferroportin yang mengganggu regulasi hepsidin, hal ini menyebabkan kelebihan kadar ferroportin yang memediasi eksport zat besi.
Gangguan Maturasi/Pematangan Eritroid
Gangguan besi pada kelompok ini dapat berupa kelebihan zat besi sekunder yang disebut sebagai anemia kelebihan besi. Gangguan atau penyakit ini ditandai dengan:
Gangguan paling umum pada sumbu hepsidin-ferroportin adalah hemokromatosis herediter terkait dengan HFE. Sekitar 10% populasi kelompok ini mengalami mutasi pada C282Y HFE. Walaupun penetrasi homozigositas biokimia untuk mutasi ini cukup besar (36-76%), penetrasi penyakit jauh lebih rendah yaitu sekitar 2-38% pada laki-laki dan 1-10% pada wanita. Faktor polimorfisme atau lingkungan atau gabungan kedua faktor tersebut merupakan faktor resiko yang sangat mempengaruhi penyakit ini. Umumnya pasien dengan penyakit hemokromatosis herediter terkait HFE ini tidak dapat bertahan hidup hingga usia pertengahan atau tidak sampai masa menopause pada wanita.
Kelima bentuk hemokromatosis herediter dengan fenotif klasik disebabkan oleh mutasi dalam ferroportin yang mengganggu regulasi hepsidin, hal ini menyebabkan kelebihan kadar ferroportin yang memediasi eksport zat besi.
Gangguan Maturasi/Pematangan Eritroid
Gangguan besi pada kelompok ini dapat berupa kelebihan zat besi sekunder yang disebut sebagai anemia kelebihan besi. Gangguan atau penyakit ini ditandai dengan:
·
inefektivitas eritropoeisis,
·
apoptosis pada prekursor eritroid
tertentu
·
kegagalan pematangan eritroid
·
ekspansi sekunder
eritropoeisis
Pengaturan hepsidin berhubungan
dengan sinyal molekul yang berhubungan dengan terjadinya anemia atau hipoksia.
Pengaturan penurunan hepsidin terus berlanjut meski tubuh telah kelebihan beban
zat besi. Transfusi eritrosit berkontribusi nyata pada penumpukan beban besi
pada penderita penyakit ini. Yang termasuk dalam kelompok gangguan ini adalah:
1.
Thalasemia.
Diseluruh dunia terdapat sekitar 15 juta orang yang divonis menderita
alfa-thalasemia atau beta-thalasemia.
Kelebihan besi merupakan penyebab utama parahnya penyakit, baik pada pasien
yang menerima transfusi reguler maupun tidak. Saat ini thalasemia diterapi
dengan terapi khelasi, transferin eksogen, hepsidin eksogen atau agonis
hepsidin yang mungkin akan efektif dimasa depan.
2.
Anemia Sideroblastik Bawaan. Anemia
sideroblastik adalah gangguan heterogen sintesis heme primer (baik bawaan
maupun keturunan) ataupun sekunder. Gangguan ini dapat berupa sindromik atau
nonsindromik. Bentuk bawaan disebabkan oleh mutasi gen yang diperlukan untuk
produksi prekursor heme. Besi seharusnya dimasukkan kedalam cincin akhir
protoporpirin IX yang terakumulasi dalam mitokondria, memproduksi karakter
cincin sideroblastik. Sebagian bentuk bawaan tersebut dapat diobati (misalnya
dengan piridoksin). Kelebihan zat besi ini dapat diterapi dengan phebotomy (bila
memungkinkan) atau khelasi atau keduanya.
3.
Anemia Diseritropoeitik Bawaan.
Anemia kelompok ini merupakan sekelompok gangguan yang beragam yang
mengakibatkan cacat pada produksi eritrosit dan sering disertai hemolisis
ringan. Anemia ini dikarakteristik sebagai anemia makrositik atau normositik
dengan jumlah retikulosit yang rendah sejak kelahirannya. Diagnosis ini dapat
ditentukan dengan dasar karakteristik morfologi eritoblast. Transfusi dapat
menjadi terapi dalam gangguan ini yang dibarengi dengan khelasi untuk
penanganan kelebihan besi yang ditimbulkannya.
4.
Sindrom Myelodiplastik dan Anemia
Aplastik. Kelainan ini merupakan kelainanan bawaan atau dapatan yang ditandai
oleh hematopoeisis yang tidak efektif dan sitopenias perifer yang berhubungan
dengan kelebihan zat besi, terutama bila diperburuk dengan kondisi transfusi
eritrosit ganda.
Gangguan Transportasi Besi
Patofisiologi umum penyakit ini
adalah adanya insufisiensi pengiriman zat besi yang tidak mencukupi untuk
pembentukan heme, meskipun telah terjadi penimbunan besi. Dan sebagai
konsekuensinya adalah terjadinya anemia atau penurunan level hepsidin meskipun
telah terjadi penimbunan besi. Hipotransferrinemia adalah sebuah kondisi langka
dimana terjadi penurunan konsentrasi transferrin.
Hemokromatosis Neonatus
Hemokromatosis neonatus adalah
kondisi kelebihan zat besi sistemik yang parah yang berhubungan dengan bayi
baru lahir yang mengalami kegagalan hati. Hemokromatosis ini sangat berbeda
dengan bentuk hemokromatosis lainnya, dalam hal ini kondisi primernya adalah
karena adanya cedera hepatoseluler, dan kelebihan zat besi sebagai dampak
sekundernya. Kendati demikian kelebihan zat besi lebih lanjut turut berperan
pada kerusakan hati lebih lanjut.
Lokalisasi Kelebihan Zat Besi
Lokalisasi kelebihan zat besi dapat
mengakibatkan:
1.
Neurodegenerasi dengan akumulasi
besi pada otak. Neurodegenerasi dengan akumulasi zat besi pada otak atau neurodegeneration
with brain iron accumulation (NBIA) umumnya terjadi akumulasi
besi pada ganglia basal yang mengakibatkan terjadi gangguan progresif gerakan
ekstrapiramidal. Mutasi pada pantothenate kinase–associated neurodegeneration
gene (PANK2) bertanggung jawab pada sebagian besar kasus ini.
2.
Ataksia Friedreich's. Mutasi pada
frataxin bertanggung jawab pada terjadinya kondisi ini. Manivestasi pada
jantung dan neurologis pada kasus ini disebabkan adanya cedera mitokondria yang
dimediasi besi.
Cedera Seluler yang Dimediasi oleh
Besi
Kelebihan zat besi dapat melukai sel
terutama dengan mengkatalisis produksi spesies oksigen reaktif secara
berlebihan yang melebihi kapasitas sistem antioksidan seluler. Spesies oksigen
tersebut menyebakan peroksidasi lemak, oksidasi asam amino, fragmentasi protein
dan kerusakan DNA. Terapi phebotomy dapat membantu
menghilangkan besi dari dalam tubuh. Selain itu terapi khelasi juga bermanfaat
dalam hal ini. Pemberian vitamin C harus dihindari pada pasien dengan kelebihan
zat besi karena dapat meningkatkan produski spesies oksigen rekatif sehingga
semakin memperburuk kerusakan seluler.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar